kritis penyebab banyaknya sarjana pengangguran
Oleh. Muhammad Amir,
A.Ma
Ketua Bidang Dakwah PC IMM Kota Makassar 2010
Perkembangan dunia pendidikan hari ini cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perguruan tinggi di berbagai daerah.
Masing–masing berupaya mencetak tenaga profesional sesuai bidang keahlian yang
dipilih tiap mahasiswa. Sebut saja makassar, kita mengenal UIN, UNM, Unhas,
unismuh, UMI, Univ. 45, UVRI, UIT dan masih banyak perguruan tinggi lainnya
dengan fakultas dan jurusan yang berbeda-beda.
Dapat dipastikan setiap tahunnya lahir wisudawan dan wisudawati.
Jika ditotalkan dapat mencapai ribuan sarjana setiap tahunnya.
Sebagai gambaran, di Unismuh saja sekali menggelar acara wisuda dilakukan 2
gelombang karena jumlah peserta wisuda sekitar 2000-an.
Oleh karena itu, jika sarjana menjadi ukuran kesuksesan
negara ini, maka penulis berpikir bahwa kita sudah dapat sejajar dengan negara-negara
maju lainnya. Namun apa yang menjadi realita hari ini, banyaknya sarjana yang
lahir tak mampu mengurangi jumlah pengangguran. Bahkan ironisnya, setiap kali
acara wisuda muncul istilah “lahir lagi pengangguran”. Meski memang realitasnya
hal itu tak dapat dinafikkan adanya. Mungkin karena paradigma yang masih
menguasai para penuntut ilmu adalah kuliah untuk cari kerja, bukan kuliah untuk
menciptakan pekerjaan. Sementara volume wisudawan tiap tahun tak sebanding
dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Akhirnya pengangguran tak dapat
terhindarkan.
Itu tak dapat dipungkiri, tetapi bagi penulis ada sebab lain yang
terabaikan dan dianggap sepele, namun bagi orang beriman itu benar adanya. Perkara itu adalah
sejauh mana iya berbakti kepada kedua
orang tuanya. Tentang perintah ini, dalam al Qur’an jelas firman Allah pada QS.
Al Isra : 23-24.
23. Dan
Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia[850].
24. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".
[850] mengucapkan kata ah kepada orang tua tidak
dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka
dengan lebih kasar daripada itu.
Dalam ayat tersebut sangat terang Allah
memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada orang tua serta bagaimana
sikap, cara berbicara dan perilaku kita kepada mereka. Bahkan perkataan “Ah”
saja Allah larang, apatah lagi jika membantah, membentak dan menyakiti hati
mereka. Selama yang mereka perintahkan tidak bertentangan dengan syariat islam,
maka wajib kita mematuhinya.
Meski ini bukanlah satu-satunya faktor merebaknya
pengangguran, namun perlu dimaknai sebagai sebuah usaha untuk meraih keberkahan
dari-Nya. Utamanya keberkahan dari ilmu yang kita usahakan selama dibangku
perkuliahan. Kenapa penulis mengangkat alasan ini, sebab munculnya keprihatinan
terhadap saudara-saudara kita yang lupa akan orang tuanya. Merasa sebagai orang yang terpelajar, sehingga menganggap
rendah orang tuanya. Apalagi jika memang orang tua mereka berpendidikan rendah.
Ada yang ketika orang tua mereka meminta tolong
atau meminta bantuan, katanya itu bukanlah pekerjaanku. Sementara hasil
keringat orang tuanya mereka nikmati. Bahkan ada yang menggunakannya
berfoya-foya tanpa memikirkan betapa sulitnya orang tuanya membiayai mereka.
Mungkin tidak masalah jika latar belakang keluarganya memang orang berduit,
tapi jika sebaliknya???.
Karena itu wahai saudara(i)ku yang berbahagia.
Jangan menyalahkan nasib jika banyak sarjana
pengangguran, dan boleh jadi kita yang akan menambah daftar mereka.
Sebab bukan karena tidak tersedianya lapangan kerja. Allah Maha luas karunia-Nya
yang melingkupi jagad raya ini, tapi boleh jadi selama kuliah atau dalam
perjalanan hidup kita banyak melakukan kebohongan dan menyakiti perasaan orang
tua. Jika kita sulit menggapai cita-cita kita, coba muhasabah
diri. Yakinilah bahwa Allahlah yang
memberi rezky kepada setiap hamba-Nya yang dikehendakinya, dan Allah Maha Tahu
akan apa-apa yang diperbuat oleh hamba-Nya. Ridho Allah sangat tergantung ridho
orang tua, utamanya ibu.
Bersenang-senang di atas penderitaan orang tua hanya akan melahirkan
kesengsaraan di kemuadian hari, namun jika hari
ini kIta rela menderita demi kebahagiaan orang tua
kita, mampu menahan gejolak nafsu dunia untuk tidak menyusahkan orang tua, maka yakinlah bahwa
sesungguhnya kita telah membangun istana kebahagiaan dikemudian hari. Itulah
tiket meraih rezkinya Allah. Tidak akan
adalagi yang akan menghalangi dalam meraih apa yang dicita-citakan ketika Allah
telah ridho akan cita-cita itu untuk
kita. Tak perlu lagi menggunakan praktek-praktek haram, sogok-menyogok
dan sejenisnya. Allah bersama orang-orang yang sabar...Allahu a’lam bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar