Senin, 31 Oktober 2011

SARJANA PULANG KAMPUNG


kritis penyebab banyaknya sarjana pengangguran
Oleh. Muhammad Amir, A.Ma
Ketua Bidang Dakwah PC IMM Kota Makassar 2010

            Perkembangan dunia pendidikan hari ini cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perguruan tinggi di berbagai daerah. Masing–masing berupaya mencetak tenaga profesional sesuai bidang keahlian yang dipilih tiap mahasiswa. Sebut saja makassar, kita mengenal UIN, UNM, Unhas, unismuh, UMI, Univ. 45, UVRI, UIT dan masih banyak perguruan tinggi lainnya dengan fakultas dan jurusan yang berbeda-beda.
Dapat dipastikan setiap tahunnya lahir wisudawan dan wisudawati. Jika ditotalkan dapat mencapai ribuan sarjana  setiap tahunnya. Sebagai gambaran, di Unismuh saja sekali menggelar acara wisuda dilakukan 2 gelombang karena jumlah peserta wisuda sekitar 2000-an.
Oleh karena itu, jika sarjana menjadi ukuran kesuksesan negara ini, maka penulis berpikir bahwa kita sudah dapat sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Namun apa yang menjadi realita hari ini, banyaknya sarjana yang lahir tak mampu mengurangi jumlah pengangguran. Bahkan ironisnya, setiap kali acara wisuda muncul istilah “lahir lagi pengangguran”. Meski memang realitasnya hal itu tak dapat dinafikkan adanya. Mungkin karena paradigma yang masih menguasai para penuntut ilmu adalah kuliah untuk cari kerja, bukan kuliah untuk menciptakan pekerjaan. Sementara volume wisudawan tiap tahun tak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Akhirnya pengangguran tak dapat terhindarkan.
Itu tak dapat dipungkiri, tetapi bagi penulis ada sebab lain yang terabaikan dan dianggap sepele, namun bagi orang beriman itu benar adanya.  Perkara  itu  adalah sejauh  mana iya berbakti kepada kedua orang tuanya. Tentang perintah ini, dalam al Qur’an jelas firman Allah pada QS. Al Isra : 23-24. 


23.  Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia[850].
24.  Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".

[850]  mengucapkan kata ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.

Dalam ayat tersebut sangat terang Allah memerintahkan kepada kita untuk berbuat baik kepada orang tua serta bagaimana sikap, cara berbicara dan perilaku kita kepada mereka. Bahkan perkataan “Ah” saja Allah larang, apatah lagi jika membantah, membentak dan menyakiti hati mereka. Selama yang mereka perintahkan tidak bertentangan dengan syariat islam, maka wajib kita mematuhinya.
Meski ini bukanlah satu-satunya faktor merebaknya pengangguran, namun perlu dimaknai sebagai sebuah usaha untuk meraih keberkahan dari-Nya. Utamanya keberkahan dari ilmu yang kita usahakan selama dibangku perkuliahan. Kenapa penulis mengangkat alasan ini, sebab munculnya keprihatinan terhadap saudara-saudara kita yang lupa akan orang tuanya. Merasa sebagai  orang yang terpelajar, sehingga menganggap rendah orang tuanya. Apalagi jika memang orang tua mereka berpendidikan rendah.
Ada yang ketika orang tua mereka meminta tolong atau meminta bantuan, katanya itu bukanlah pekerjaanku. Sementara hasil keringat orang tuanya mereka nikmati. Bahkan ada yang menggunakannya berfoya-foya tanpa memikirkan betapa sulitnya orang tuanya membiayai mereka. Mungkin tidak masalah jika latar belakang keluarganya memang orang berduit, tapi jika sebaliknya???. 
Adalagi yang dengan entengnya memeras  orang tuanya dengan alasan pembayaran kuliah, padahal digunakan untuk membiayai pacarnya yang  katanya sebagai bukti cinta mereka kepada kekasihnya. Naudzubillah... Tuhanmu lebih tau apa yang ada dalam hatimu   (Al Isra : 25).  
Mereka pandai membohongi, memeras dan bersenang-senang di atas penderiataan orang tuanya. Dia menjalani kehidupannya serba berkecukupan sementara orang tua hanya hidup secukupnya. Padahal ketika seorang anak ingin mencoba merasakan usaha dan perjuangan orang tua dalam membiyai sang buah hati, maka mungkin kita akan senantiasa meneteskan air mata, betapa jasa orang tua kita tak akan terbalaskan. Karena itu Allah mengajari kita untuk senantiasa mendoakannya (QS. Al Isra: 24). Coba bayangkan, kedua orang tua kita yang sedang bekerja banting tulang, bahkan terkadang rela berutang demi terpenuhinya kebutuhan kita. Yang paling mengiris hati adalah terkadang orang tua rela melalaikan kewajibannya sebagai hamba demi mencarikan biaya untuk anak-anaknya. Shalat tak lagi dihiraukan, puasa dinomor duakan dan ibadah ibadah mahdah lainnya ditinggalkan. Lalu kita dengan bangganya melupakan semua itu. Mampukah kita membantu orang tua kita nantinya ketika mereka ditanya tentang sholatnya, puasanya dll dipengadilan Allah??. Ketika orang tua tak lagi berpihak kepada kita, bahkan boleh jadi mereka akan berkata, ya Rabb, saya tidak rela anakku masuk syurga sementara saya masuk neraka-Mu sebab karena merekalah saya lalai dari perintah-Mu. Bukan itukan yang kita inginkan??
Karena itu wahai saudara(i)ku yang berbahagia. Jangan menyalahkan nasib jika banyak sarjana  pengangguran, dan boleh jadi kita yang akan menambah daftar mereka. Sebab bukan karena tidak tersedianya lapangan kerja. Allah Maha luas karunia-Nya yang melingkupi jagad raya ini, tapi boleh jadi selama kuliah atau dalam perjalanan hidup kita banyak melakukan kebohongan dan menyakiti perasaan orang tua. Jika kita sulit menggapai cita-cita kita, coba  muhasabah diri.  Yakinilah bahwa Allahlah yang memberi rezky kepada setiap hamba-Nya yang dikehendakinya, dan Allah Maha Tahu akan apa-apa yang diperbuat oleh hamba-Nya. Ridho Allah sangat tergantung ridho orang tua, utamanya ibu.
Bersenang-senang di atas penderitaan orang tua hanya akan melahirkan kesengsaraan di kemuadian  hari,  namun  jika  hari   ini  kIta rela menderita demi kebahagiaan orang tua kita, mampu menahan gejolak nafsu dunia untuk tidak  menyusahkan orang tua, maka yakinlah bahwa sesungguhnya kita telah membangun istana kebahagiaan dikemudian hari. Itulah tiket meraih rezkinya  Allah. Tidak akan adalagi yang akan menghalangi dalam meraih apa yang dicita-citakan ketika Allah telah ridho akan cita-cita itu untuk  kita. Tak perlu lagi menggunakan praktek-praktek haram, sogok-menyogok dan sejenisnya. Allah bersama orang-orang yang sabar...

Allahu a’lam bishawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar