Refleksi di Akhir Tahun 2011 sebagai
Wadah Muhasabah Diri
Oleh IMMawan Muhammad Amir,
A.Ma
Ketua Bidang Dakwah PC IMM Kota Makassar
Kehadiran
artikel ini tidak bermaksud mengambil peran untuk ikut serta menyambut tahun
baru 2012 biladiah, tetapi bagaimana mengamalkan ayat “watawasaubilhaq”(saling
menasehati kepada kebaikan), mengingat pada moment inilah kebanyakan dari
kalangan kita, bahkan boleh jadi termasuk kita sendiri yang menjadi pelaku
dalam memeriahkan kebiasaan orang-orang kafir, padahal di KTP bertuliskan Agama
Islam, namun tindakannya mengikuti kebiasaan orang-orang kafir. Apakah cuma
KTPnya yang islam???. Jawabannya kembali kepada diri kita masing-masing…..
Sekarang,
ketika kita menyusuri jalan-jalan di kota metropolitan ini, hampir di semua
pinggir jalan telah dipenuhi dengan pedagang terompet atau apalah namanya
sebagai alat hiburan menyemarakkan penyambutan tahun baru 2012. Belum lagi
ketika sudah saat-saat puncak perayaan tahun baru nantinya. Iyah, seperti
inilah keadaan kota setiap hendak pergantian tahun, layaknya sebuah tradisi
ritual yang wajib ditunaikan. Sekitar 11 tahun berkiprah di kota ini, tentunya
telah banyak mempelajari gambaran kondisi masyarakat kota dari tahun ke tahun.
Sungguh
tragis dan mengerikan, namun itulah realita dalam pergulatan hidup di kota
besar, terkhusus pada kaum remaja. Siapa saya siapa kau. Itulah salah satu carakter
yang terbangun di tengah-tengah komunitas masyarakat kota atau lazim dikenal
sikap individualistik, “Lakum
diinukum waliyadin (agamamu agamamu, agamaku agamaku) tidak lagi menjadi
prinsip hidup. Karenanya nilai-nilai ajaran agama tidak lagi dijadikan pijakan
dalam melangkah.
Rasa
malu tidak lagi menjadi penawar nafsu ketika hatinya dirasuki iblis untuk
berbuat kemaksiatan sebagaimana orang-orang kafir biasa perankan. Maklum kita
terkadang tidak sadar sedang berteman dengan iblis berwujud manusia. Kata orang
bugis “Hallala hallulu nalamaneng”, halal haram tidak ada masalah, semua
dikerjakan. Tidak hanya penduduk pribumi kota sebagai actor dalam perhelatan akbar
tersebut, namun manusia-manusia pilihan dari negeri seberang yang diberi
kesempatan dalam hidupnya menuntut ilmu di kota, entah dia masih berstatus
siswa-siswi, ataupun telah bergelar mahasiswa tak luput dari pergokan kejamnya dunia
lain.
Itulah
segelentir bencana yang melanda zaman kita. Merasa bahagia tatkala menyambut
tahun baru dengan segala hura-hura, sebagai wujud rasa syukur “gitu KATANYA!!!” seiring dengan bertambahnya umur
mereka.
Wahai
kaum intelektual yang semoga ilmunya mengantarkan pada keridhoan Sang Pemilik
dan Pemberi ilmu. Pernah tidak mengambil
hikmah dibalik perjalanan pulang kampung anda???.
Sebuah
anekdok “seorang anak kost hendak pulang kampoeng, sebelum pulang teman kostnya
berpesan untuk dikabari jika ada apa-apa di jalan. Diapun juga telah memberi
tahu keluarganya kalau dia mau pulang. Dijemputlah iya dengan sebuah mobil panther
berplat kuning dikostnya. Setelah sekian jam, sang teman SMS “udah
dimana skarang”. Dia balas “Saya sudah jauh dari kota
makassar, sudah hampir sampai di......”. Orang tua pun tak
ketinggalan SMS, “sudah dimana posisi??”. Dia dengan
semangatnya ingin berjumpa dengan keluarganya
menjawab “Sudah hampir sampai”.
Singkat,
tapi itulah analogi perjalanan hidup kita. Umur kita memang bertambah secara
kuantitas, namun juga semakin menjauhkan kita dari tahun kelahiran (saat dimana kita keluar dari
rahim ibu). Mengawali kehidupan di muka bumi, sang waktu telah bersiap
menjemput dan mengantarkan kita dalam menjalani segala momentum hidup ini.
Terkadang dengan indahnya fatamorgana dalam dunia ini meninabobo’kan kita
hingga akhirnya tak sadar jika waktu telah mengantarkan kita semakin dekat
dengan kematian. Padahal, alangkah indahnya ketika kita merasa bahagia dengan
saat-saat kematian menghampiri. Layaknya kita bahagia ketika sudah hampir
sampai di kampung halaman. Bahkan kantongan berlabelkan INDO MODE dengan penuh
bahagia kita tenteng sebagai ole-ole. Lalu, sudahkah kita siapkan pula ole-ole
untuk malaikat-malaikatnya Allah di Alam Barzah natinya ketika iya meminta
sesuatu.
Oleh
karena itu, saudaraku yang seiman, mari kuatkan benteng pertahanan kita, jangan
mudah terperdaya dengan kesenangan dunia. Gunakanlah akal kita untuk menyaring
mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang diperintahkan dan mana yang
dilarang dalam agama kita. Jangan sia-siakan ilmu kita, hanya untuk memikirkan
dunia semata dengan segala kenikamatan didalamnya. Namun dengan ilmu yang kita
miliki, mari kita bangun istana kebahagiaan dengan segala perangkat kenikmatan
di alam syurga nantinya.
Hari-demi
hari kita lalui, sesungguhnya jatah usia kita semakin sedikit. Ada orang yang
jatah hidupnya 100 tahun, mungkin kita katakan cukup panjang, namun tahun demi
tahun terlewati hingga akhirnya sampai di usia 99 tahun. Semakin jauh dari kematian???.
Tidak!!!. Bahkan semakin dekat dari jatah hidup yang sudah dilalui. Nah
sekarang kita muhasabah diri, berapa usia kita hari ini???. Andai jatah hidup
kita satu tahun lebih tua dari sekarang!!!. Berarti tahun depan kita telah
finish dalam melakoni peran kita di dunia ini. Sementara kita
telah meyakini bahwa tak seorang pun dapat memundurkan atau memajukan waktu
kematian.
Menyambut
tahun baru dengan hura-hura/ pesta bukan sebuah sikap dari seorang muslim
sejati. Tapi jadikan sebagai wahana untuk muhasabah diri. Tidak berarti pula
bahwa nanti di akhir tahun muhasabah diri, tetapi lebih kepada bagaimana kita
saling mengingatkan bahwa dalam mamasuki tahun baru sejatinya dijadikan
insturumen untuk instropeksi diri. Karena pada momentum ini banyak diantara
kita terjerumus dalam hal-hal yang melanggar aturan Allah.
“Demi
masa, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan beramal saleh. Dan saling menasehati kepada kebaikan dan saling
menasehati dalam menetapi kesabaran” (Q.S. Al Asr : 1-4)
Mudah-mudahan
ada manfaatnya…