Senin, 26 Desember 2011

POLITIK KAMPUS MINIATUR PERPOLITIKAN KEBANGSAAN ( GOOD STUDENT GOVERNMENT )


Oleh: IMMawan Ya'kub
Ketua PC IMM Kota Makassar


Gejolak jiwa muda yang progresif sangat didambakan oleh setiap Negara dari anak bangsanya guna membangun infrastruktur yang lebih baik, karena mereka adalah agen perubahan yang yang akan memimpin Negara ini dimasa yang akan datang, agar Negara ini dapat semakin berkembag dalam kencah perpolitikan nasional ataupun international. Tungas ini memang sangat berat untuk dipikul, akan tetapi semua itu adalah merupakan keniscayaan dalam rangka regenerasi kepemimpinan. Semangat tersebut sudah terbangun sejak politik kampus mulai masuk di setiap perguruan tinggi di Indonesia seperti PTN, PTS Termasuk PTM yaitu Universitas Muhammadiyah Makassar tempat penulis berkiprah sebagai mahasiswa.
Politik kampus harus dilestarikan demi pembelajaran, namun mesti dikemas cecara baik dan eksklusif supaya bisa dinikmati oleh setiap individu mahasiswa. Memang terkadang mahasiswa sangat idealis untuk berperan sehingga banyak yang bersikap acuh tak acuh. Padahal keterlibatan mahasiswa dalam politik kampus bertujuan untuk membangun kampus (dan di kemudian hari membangun negara) kearah yang lebih baik, dan membangun good government yang baik, sehingga aspirasi kawan-kawan mahasiswa bisa didengar dan diapresiasikan.
Mahasiswa memiliki dua tanggung jawab yaitu tanggung jawab akademik dan sosial, status kita sebagai mahasiswa hendaknya tidak menjadikan hanya terpaku pada aktivitas perkuliahan semata, banyak hal lain diluar kurikulum perkuliahan yang perlu dipelajari, terutama dalam rangka mewujudkan regenerasi kepemimpinan bangsa ini, analogi simpel adalah gerakan politik kampus sebagai miniatur perpolitikan Indonesia, karena terdapat lembaga seperti yang ada pada pemerintahan Indonesia, seperti lembaga eksekutif dan legislatif, lembaga-lembaga ini pun memiliki tingkatan, ada Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas, BEM Fakultas, dan juga dengan lembaga legislatif.  Fungsi kedua lembaga ini pun sama dengan fungsi lembaga Negara, dimana eksekutif sebagai pelaksana dan legislatif sebagai pemantau kinerja eksekutif.
Soekarno pernah berkata: “Berilah aku sepulu pemuda maka aku akan merubah dunia”. Ungkapan tersebut seharusnya membangkitkan jiwa kita untuk bersemangat dalam berpolitk, jika mahasiswa mendengar hal itu harusnya tergugah melakukan perubahan. Para tokoh nasional pun sudah mulai memikirkan bangsanya sejak usia muda.
Memang ada beberapa ketakutan kita atas terjadinya krisis moral atau kebusukan dari beberapa politisi muda kampus yang tidak lagi memegang amanah, seperti mengeksploitasi mahasiswa dan merampoknya, sehingga mereka mulai menjauh bahkan tidak terlibat sama sekali dalam perpolitikan kampus. Tapi, hal tersebut (korupsi) memang sudah menjadi wacana publik atau disebut tradisi dan kebiasaan bahkan mungkin telah menjadi kebudayaan. Kita selaku mahasiswa hendaknya tidak hanya menjadikan hal tersebut menjadi wacana, tetapi harus ada solusi terbaik dan pasti, sehingga dapat meminimalisir terjadinya krisis moralitas politik (korupsi).
Praktek pungli telah menjalar diberbagaisistem sosial dan tatanan masyarakat, mulai dari lembaga-lembaga pemerintahan (Lurah, Canmat, Bupati, Gubernur, Pemerintah pusat), instansi dan lain sebagainya. Membudayanya korupsi setidaknya karena dua hal:
Pertama, disebabkan keadaan sosial, keadaan ini merubah pola pikir manusia sehingga menganggapnya hal yang bisa. Dimulai dari pungli liar di terminal, suap menyuap dikalangan masyarakat, dan seterusnya. Hal tersebut sering dilakukan baik dikalangan masyarakat bawah, menengah, dan kalangan atas. Dari kebiasaan tersebut menjelma sebagai suatu kebudayaan yang sulit untuk dihilangkan.
Kedua, Disebabkan oleh hal-hl yang struktural, hal tersebut menjadi sesuatu yang lumrah ketika orang-orang disekeliling melakukan hal tersebut. Untuk menduduki suatu jabatan tertentu harus mengeluarkan dana besar untuk kampenye dan suap menyuap money politic dengan harapan semua itu akan kembali ketika telah terpilih. Demikianlah diantara penyebab terjadinya korupsi yang terkadang menyebabkan timbulnya sikap apatis terhadap politik.
Sebuah penelitian tentang korupsi yang mengambil sampel di PTN menyimpulkan bahwa korupsi terjadi karena silabus mata kuliah hanya mengkritisi sisi akademik saja bukan pada aplikasi yang lebih konkret, sementara nilai moral tidak terkontrol sama sekali, kenyataan ini berpengaruh terhadap prilaku dan moralitas mahasiswa. Inilah diantara yang menyebabkan parapolitisi kampus, yang seharusnya menjadi penopang untuk kesejahteraan seluruh mahasiswa, malah mengabaikan dan menyia-nyiakan mereka dan hanya menjadi penopang kesejahtraan pribadi dan klompoknya.
Mahasiswa seharusnya menjadi pendobrak hal tersebut dan merubah paradigma student government dari sebuah lingkaran setan menjadi good student government serta membuat perubahan yang pasti untuk kebaikan kampus dan bangsa ini. Student Government sendiri membutuhkan politisi-politisi sejati yang menjaga nilai-nilai moral. Karena hal demikian akan menjadikan mahasiswa tidak bersikap acuh tak acuh lagi terhadap perpolitikan, ketika mereka terpilih hendaknya tetap memegang keteguhan untuk membawa kepentingan mahasiswa dan tidak lagimenjadi corong busuknya stident government, melainkan menjadi ujung tombak bagi kepentingan dan kesejahtraan masyarakat kampus yaitu mahasiswa sebagai masyarakat intelektual

Tidak ada komentar:

Posting Komentar