Oleh: IMMawan Ya'kub
Ketua PC IMM Kota Makassar
Gejolak jiwa muda yang
progresif sangat didambakan oleh setiap Negara dari anak bangsanya guna
membangun infrastruktur yang lebih baik, karena mereka adalah agen perubahan
yang yang akan memimpin Negara ini dimasa yang akan datang, agar Negara ini
dapat semakin berkembag dalam kencah perpolitikan nasional ataupun
international. Tungas ini memang sangat berat untuk dipikul, akan tetapi semua
itu adalah merupakan keniscayaan dalam rangka regenerasi kepemimpinan. Semangat
tersebut sudah terbangun sejak politik kampus mulai masuk di setiap perguruan
tinggi di Indonesia seperti PTN, PTS Termasuk PTM yaitu Universitas
Muhammadiyah Makassar tempat penulis berkiprah sebagai mahasiswa.
Politik kampus harus
dilestarikan demi pembelajaran, namun mesti dikemas cecara baik dan eksklusif
supaya bisa dinikmati oleh setiap individu mahasiswa. Memang terkadang
mahasiswa sangat idealis untuk berperan sehingga banyak yang bersikap acuh tak
acuh. Padahal keterlibatan mahasiswa dalam politik kampus bertujuan untuk
membangun kampus (dan di kemudian hari membangun negara) kearah yang lebih
baik, dan membangun good government
yang baik, sehingga aspirasi kawan-kawan mahasiswa bisa didengar dan
diapresiasikan.
Mahasiswa memiliki dua
tanggung jawab yaitu tanggung jawab akademik dan sosial, status kita sebagai
mahasiswa hendaknya tidak menjadikan hanya terpaku pada aktivitas perkuliahan
semata, banyak hal lain diluar kurikulum perkuliahan yang perlu dipelajari,
terutama dalam rangka mewujudkan regenerasi kepemimpinan bangsa ini, analogi
simpel adalah gerakan politik kampus sebagai miniatur perpolitikan Indonesia, karena
terdapat lembaga seperti yang ada pada pemerintahan Indonesia, seperti lembaga
eksekutif dan legislatif, lembaga-lembaga ini pun memiliki tingkatan, ada Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas, BEM Fakultas, dan juga dengan lembaga legislatif.
Fungsi kedua lembaga ini pun sama dengan
fungsi lembaga Negara, dimana eksekutif sebagai pelaksana dan legislatif
sebagai pemantau kinerja eksekutif.
Soekarno pernah
berkata: “Berilah aku sepulu pemuda maka aku akan merubah dunia”. Ungkapan
tersebut seharusnya membangkitkan jiwa kita untuk bersemangat dalam berpolitk,
jika mahasiswa mendengar hal itu harusnya tergugah melakukan perubahan. Para
tokoh nasional pun sudah mulai memikirkan bangsanya sejak usia muda.
Memang ada beberapa
ketakutan kita atas terjadinya krisis moral atau kebusukan dari beberapa
politisi muda kampus yang tidak lagi memegang amanah, seperti mengeksploitasi
mahasiswa dan merampoknya, sehingga mereka mulai menjauh bahkan tidak terlibat
sama sekali dalam perpolitikan kampus. Tapi, hal tersebut (korupsi) memang
sudah menjadi wacana publik atau disebut tradisi dan kebiasaan bahkan mungkin
telah menjadi kebudayaan. Kita selaku mahasiswa hendaknya tidak hanya
menjadikan hal tersebut menjadi wacana, tetapi harus ada solusi terbaik dan
pasti, sehingga dapat meminimalisir terjadinya krisis moralitas politik
(korupsi).
Praktek pungli telah
menjalar diberbagaisistem sosial dan tatanan masyarakat, mulai dari
lembaga-lembaga pemerintahan (Lurah, Canmat, Bupati, Gubernur, Pemerintah
pusat), instansi dan lain sebagainya. Membudayanya korupsi setidaknya karena
dua hal:
Pertama,
disebabkan
keadaan sosial, keadaan ini merubah pola pikir manusia sehingga menganggapnya
hal yang bisa. Dimulai dari pungli liar di terminal, suap menyuap dikalangan
masyarakat, dan seterusnya. Hal tersebut sering dilakukan baik dikalangan
masyarakat bawah, menengah, dan kalangan atas. Dari kebiasaan tersebut menjelma
sebagai suatu kebudayaan yang sulit untuk dihilangkan.
Kedua,
Disebabkan oleh hal-hl yang struktural, hal tersebut menjadi sesuatu yang
lumrah ketika orang-orang disekeliling melakukan hal tersebut. Untuk menduduki
suatu jabatan tertentu harus mengeluarkan dana besar untuk kampenye dan suap
menyuap money politic dengan harapan
semua itu akan kembali ketika telah terpilih. Demikianlah diantara penyebab
terjadinya korupsi yang terkadang menyebabkan timbulnya sikap apatis terhadap
politik.
Sebuah penelitian
tentang korupsi yang mengambil sampel di PTN menyimpulkan bahwa korupsi terjadi
karena silabus mata kuliah hanya mengkritisi sisi akademik saja bukan pada
aplikasi yang lebih konkret, sementara nilai moral tidak terkontrol sama
sekali, kenyataan ini berpengaruh terhadap prilaku dan moralitas mahasiswa.
Inilah diantara yang menyebabkan parapolitisi kampus, yang seharusnya menjadi
penopang untuk kesejahteraan seluruh mahasiswa, malah mengabaikan dan
menyia-nyiakan mereka dan hanya menjadi penopang kesejahtraan pribadi dan
klompoknya.
Mahasiswa seharusnya
menjadi pendobrak hal tersebut dan merubah paradigma student government dari sebuah lingkaran setan menjadi good student government serta membuat
perubahan yang pasti untuk kebaikan kampus dan bangsa ini. Student Government sendiri membutuhkan politisi-politisi sejati
yang menjaga nilai-nilai moral. Karena hal demikian akan menjadikan mahasiswa
tidak bersikap acuh tak acuh lagi terhadap perpolitikan, ketika mereka terpilih
hendaknya tetap memegang keteguhan untuk membawa kepentingan mahasiswa dan
tidak lagimenjadi corong busuknya stident
government, melainkan menjadi ujung tombak bagi kepentingan dan
kesejahtraan masyarakat kampus yaitu mahasiswa sebagai masyarakat intelektual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar