Oleh: IMMawan Ya'kub
Ketua PC IMM Kota Makassar
Menjadikan
gerakan mahasiswa sebagai sosial movement berarti mendorong upaya transformasi
dalam skala yang lebih luas. Asumsi dasar yang dijadikan pijakan ialah
mahasiswa memiliki modal intelektual kapital sekaligus sosial kapital yang kemudian
diformulasikan menjadi social power, untuk mengubah struktur dan tatanan sosial
yang tidak adil menjadi adil, menindas menjadi egaliter. Maka paradigma
transformatif dijadikan sebagai paradigma aksi menuntut komunitas mahasiswa
membuka ruang publik yang selebar-lebarnya bagi partisipasi masyarakat,
termasuk didalamnya kalangan subaltem. Selain itu, menjamin hak-hak individu
dari rongrongan kebijakan negara dan global yang merugikan, sehingga
keberpihakan mahasiswa jelas yaitu keberpihakan kepada dhu’afa dan mustad’afin.
Gerakan
mahasiswa sebagai salah satu pilar perubahan mempunyai modal penting yaitu
tradisi intelektual kritis. Secara akar historis KH Ahmad Dahlan yang telah
mempelopori tradisi intelektual kritis dalam Muhammadiyah. Beliau mampu menggugat
cara pemahaman yang konvensional terhadap agama. Misalnya pemahaman liberatif
mengenai surah al-ma’un yang melahirkan corak keagamaan yang transformasional,
yakni refleksi teologi untuk aksi gerakan. Intelektual kapital ini merupakan
investasi yang sangat baik bagi gerakan mahasiswa dalam ikhtiarnya melakukan
transformasi sosial.
Bangunan
epistemologi kritis yang menjadi lapisan fundamental school of thought gerakan
mahasiswa semakin memiliki kekuatan ketika diintegrasikan dengan kesadarn
keagamaan. Maka penciptaan komunitas episteme profetik dalam tubuh gerakan
dapat diupayakan, jikalau sistem yang ada mampu menjadi katalisator bagi
perpaduan tradisi intelektual kritis dengan kesadaran keagamaan yang berpihak
kepada nilai-nilai kemanusiaan.
Dari
komunitas episteme profetik ini kemudian akan mendorong gerakan mahasiswa untuk
melakukan aktivitas kultural dan bisa saja posisi komunitas episteme profetik
berkembang menjadi “political action” aksi politik yang dimaksud terkait dengan
tradisi intelektual yang religious dalam ruang publik. Lewat perspektif
komunitas episteme profetik, agama dapat bermain dalam ruang publik, sebagai
upaya melakukan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan Negara sekaligus global
yang mengancam “dunia kehidupan”. Kombinasi dari kekuatan komunitas episteme
profetik menuju “tindakan politik” merupakan usaha untuk melindungi dan
menguatkan ruang publik dan kehidupan intektual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar